Rabu, 23 November 2011

Kemuliaan Akal


Makalah Kemuliaan Akal


Daftar Isi

Daftar isi…………………………………………………………………..      1
Bab I Pendahuluan ………………………………………………………      2
Bab II Pembahasan ………………………………………………………     3
A.   Akal ………………………………………………………     3
B.   Kemuliaan Akal …………………………………………     9
Bab III Penutup …………………………………………………………..     11
Daftar Pustaka ……………………………………………………………      12









BAB I
PENDAHULUAN
a.       Kata Pengantar
Puji syukur kepada Allah Rabb semesta alam yang telah banyak mencurahkan rahmat dan juga serta kasih sayangnya kepada penduduk bumi sehingga Islam masih menjadi pondasi yang kokoh dalam diri pribadi manusia. Shalawat serta salam tak lupa kita hadiahkan kepada nabi Muhammad SAW juga beserta para sahabatnya yang istiqomah memperjuangkan Islam, semua ini tiada lain adalah hasil dari akal dan wahyu yang selalu berdampingan dalam memberikan petunjuk kepada manusia itu sendiri, karena pemahaman yang baik akan melahirkan keistiqomahan, sudut pandang yang baik dan juga ahlak yang baik. Dan dengan akal jua manusia bisa menjadi ciptaan pilihan yang allah amanatkan untuk menjadi pemimpin di muka bumi ini, begitu juga dengan wahyu yang dimana wahyu adalah pemberian allah yang sangat luar biasa untuk membimbing manusia pada jalan yang lurus.
Ibnu Khaldun ( 1332-1406), cendekiawan muslim yang sangat ahli dalam ilmu sejarah ,sosiologi dan politik adalah sosilog muslim pertama yang sangat terkenal dan fenomenal dengan karyanya Muqaddimah, mengatakan : bahwa Allah membedakan manusia dan lain-lain hewan dengan kesanggupan berpikir, sumber dari segala kesempurnaan, dan puncak dari segala kemuliaan dan ketinggian di atas lain-lain makhluk. Sebabnya ialah karena pengertian, yaitu kesadaran dalam diri tentang yang terjadi di luar dirinya, hanyalah ada pada hewan saja, tidak terdapat pada lain-lain barang ( yang makhluk). Sebab hewan menyadari akan apa yang ada di luar darinya denganperantaraan panca indra (pendengaran, penglihatan, pembauan, perasaan lidah dan penyentuhan)yang diberikan Allah kepadanya. Sekarang manusia memahami ini dengan kekuatan memahami apa yang ada di luar dirinya dengan perantaraan pikirannya yang ada di balik panca indranya. Pikiran bekerja dengan perantaraan kekuatan yang ada di tengah - tengah OTAK yang memberi kesanggupan kepadanya menangkap bayangan benda-benda yang biasa diterima oleh panca indra, dan mengembalikan benda-benda itu dalam ingatannya sambil meringkasnya lagi bayangan-bayangan lain dari bayangan benda-benda itu. Refleksi terdiri dari penjamahan bayangan-bayangan ini (dibalikperasaan) oleh AKAL, yang memecah atau menghimpun bayangan-bayangan itu (untuk membentuk bayangan - bayangan lain) ...........(jilid II, muka 364)
BAB II
PEMBAHASAN
A.     Akal
Ibrahim bin Hisan pernah bekata: “Seorang pemuda akan bisa hidup di tengah manusia karena akalnya, karena di atas dasar akalnyalah ilmu dan eksperimennya berjalan. Pemberian Allah yang paling utama kepada seseorang adalah akalnya, tidak ada satu perkarapun yang bisa membandinginya. Jika Allahtelah menyempurnakan akal seseorang (dengan Islam) maka sempurnalah akhlak dan segala kebutuhannya” (Adabud Dunya wad Din hal 5)
a.    Pengertian Akal


Tema akal adalah salah satu tema keislaman yang sentral. Karena akal seringkali disebut-sebut oleh Alquran sebagai sesuatu yang sangat penting. Atas dasar itu, kita mesti mencari tahu makna akal dalam berbagai rentangannya yang tidak terbatas.
Dalam mensyarahi hadis di atas, Allamah Majlisi dalam kitab Mir’at al-‘Uqul menyatakan bahwa ’aql (akal) secara bahasa berarti pengikatan dan pemahaman terhadap sesuatu. Secara istilah, akal digunakan untuk menunjukkan salah satu definisi berikut ini:
1. Kemampuan untuk mengetahui sesuatu.
2. Kemampuan memilah-milah antara kebaikan dan keburukan yang niscaya juga dapat digunakan untuk mengetahui hal-ihwal yang mengakibatkannya dan sarana-sarana yang dapat mencegah terjadinya masing-masing dari keduanya.
3. Kemampuan dan keadaan (halah) dalam jiwa manusia yang mengajak kepada kebaikan dan keuntungan dan menjauhi kejelekan dan kerugian.
4. Kemampuan yang bisa mengatur perkara-perkara kehidupan manusia. Jika ia sejalan dengan hukum dan dipergunakan untuk hal-hal yang dianggap baik oleh syariat, maka itu adalah akal budi. Namun, manakala ia menjadi sesuatu yang mbalelo dan menentang syariat, maka ia disebut nakra` atau syaithanah.
5. Akal juga dapat dipakai untuk menyebut tingkat kesiapan dan potensialitas jiwa dalam menerima konsep-konsep universal.
An-nafs an-nathiqah (jiwa rasional yang dipergunakan untuk menalar) yang membedakan manusia dari binatang lainnya.
6. Dalam bahasa filsafat, akal merujuk kepada substansi azali yang tidak bersentuhan dengan alam material, baik secara esensial (dzaty) maupun aktual (fi’ly).
           
            Definisi-definisi yang dipaparkan Allamah Majlisi di atas mengandung ketumpang-tindihan terminologis. Dengan sedikit kecermatan, kita bisa mendapatkan persamaan makna pada tiap-tiap definisi yang diberikan. Misalnya definisi kesatu, kedua, dan ketiga itu dapat dikatakan identik, meski dipandang dari perspektif yang sedikit berbeda. Definisi keempat memberikan gambaran umum tentang akal melalui bahasa syariat yang dapat dibedakan dari definisi-definisi sebelumnya hanya dari sisi detailnya. Definisi kelima berupaya mengembalikan makna akal sebagai suatu potensi pencerapan yang bersifat pasif. Definisi keenam memandang akal dari sisi penalarannya yang bersifat aktif. Dan definisi ketujuh, agak berbeda dari yang sebelumnya, memandang akal dari perspektif ontologisnya. Namun demikian, masing-masing definisi ini sama sekali tidak dapat dipertentangkan.
            Dalam mensyarahi hadis yang sama, Mulla Shadra dengan tegas memaknai ‘aql di sini sebagai kepribadian Nabi Muhammad Saww. - dalam seluruh martabat wujud beliau. Karena menurutnya, semua sifat yang diberikan Allah kepada akal itu identik dengan sifat-sifat Nabi Muhammad Saww. yakni:
1. Dalam hadis ini digambarkan bahwa Allah mengajak akal "berbicara". Dan ini sama halnya dengan Allah mengajak Nabi berbicara dalam perjalanan Mikraj beliau.
2. Hadis ini menegaskan ketaatan akal kepada Allah. Ketaatan Nabi kepada Allah itu bersifat aksiomatis.
3. Dalam hadis di atas Allah menandaskan kecintaan-Nya yang luar biasa kepada akal. Dalil-dalil rasional dan riwa`iy (riwayat) menegaskan bahwa Nabi adalah makhluk yang paling dicintai Allah.
4. Keimanan terhadap wujud Nabi atau kepada kenabian beliau ialah syarat mutlak kesempurnaan tauhid. Dan kesempurnaan tauhid adalah anugerah agung dan luas yang tidak Allah berikan kecuali kepada para kekasih-Nya.
5. Dan sifat terakhir yang tercantum di dalam hadis ini adalah bahwa kepada akal-lah Allah menyuruh, melarang, menyiksa, dan memberi pahala. Allah berfirman, "(Ingatlah) ketika Allah mengambil janji para nabi (yaitu), sungguh apa yang Aku datangkan kepada kalian berupa kitab dab hikmah. Kemudian, datanglah kepada kalian utusan yang membenarkan apa yang ada pada kalian dan berkata, ‘Hendaklah kalian beriman kepadanya dan menolongnya.’ Allah berkata, ‘Adakah kalian akui dan ambil janji-Ku itu!’ Mereka menjawab, ‘Kami mengakuinya.’ Berkata Allah, ‘Bersaksilah! Sesungguhnya Aku beserta kalian akan menjadi saksi.’" (QS Ali’ Imran, 3:81). Jelas bahwa kepada Nabi Muhammad Saww. Allah memberi perintah dan larangan dan karena beliau pulalah Allah menurunkan pahala dan siksa.
           
            Dengan ungkapan yang agak berbeda, Allamah Thabathaba`i menarik kesimpulan yang sama. Dalam magnum opus-nya, Al-Mizan, Allamah Thabathaba`i menye-butkan, dengan mengutip sebuah hadis masyhur, bahwa akal adalah sesuatu yang dengannya Allah di-sembah. Dengan kata lain, akal adalah lentera yang dengannya seseorang dapat mengenali "Wajah" Allah. Ini berarti bahwa peran yang dimainkan akal itu sama sekali tidak berbeda dengan peran yang dibawa oleh Nabi . Dan kesimpulan ini jelas tidak berbeda dengan kesimpulan Mulla Shadra yang mengatakan bahwa akal itu identik dengan Nabi Muhammad Saw.
            Dari sudut yang berbeda, dapat kita katakan bahwa akal adalah manifestasi dan petunjuk internal dari keberadaan Nabi. Muhammad adalah inti wujud segenap nabi dan senjata pamungkas kerasulan. Bagaimanapun juga, manifestasi mesti mencerminkan obyek dasarnya. Dengan demikian, semua ucapan, amalan, dan penegasan Nabi Muhammad Saww. pasti bersifat rasional. Lebih jauh, Nabi Muhammad Saww. adalah kriteria rasionalitas dan irasionalitas segala sesuatu.
            Dan Alquran yang merupakan tajally yang paling sempurna dari haqiqah muhammadiyyah (hakikat ke-Muhammad-an) dapat pula memainkan peran yang sama. Inilah metode penggabungan sisi intelektual, rasional, dan teoretis manusia atau masyarakat dengan sisi individual, sosial, dan praktisnya dalam pandangan-dunia Islam. Pandangan-dunia Islam menggunakan metode ini untuk membangun infrastruktur (rasio), struktur (masyarakat), dan suprastruktur (pemerintahan) sosial kemasyarakatan.
            Muhaqqiq al-Lahiji menulis demikian, "Akal dan ruh, sirr dan khafy, jiwa rasional dan kalbu adalah hakikat yang sama. Namun, karena dzuhur (manifestasi) yang terjadi pada berbagai gradasi eksistensialnya, maka mereka memiliki hukum dan sifat yang berbeda-beda sesaui dengan tingkat eksistensialnya. Oleh sebab itu para ulama memberikan pada masing-masingnya nama yang berbeda-beda"

b. Pentingnya Akal.
1. Akal menurut pendapat Muhammad Abduh adalah sutu daya yang hanya dimiliki manusia dan oleh karena itu dialah yang memperbedakan manusia dari mahluk lain.
2. Akal adalah tonggak kehidupan manusia yang mendasar terhadap kelanjutan wujudnya, peningkatan daya akal merupakan salah satu dasar dan sumber kehidupan dan kebahagiaan bangsa-bangsa.
3. Akal adalah jalan untuk memperoleh iman sejati, iman tidaklah sempurna kalau tidak didasarkan akal iman harus berdasar pada keyakinan, bukan pada pendapat dan akalah yang menjadi sumber keyakinan pada tuhan.
Akal terbahagi kepada dua jenis:
1. Akal manusia atau akal insan yang ditakrifkan jauhar yang dapat menanggap perkara ghaib dengan wasitah dan perkara inderawi dengan musyahadah.
2. Akal kawni iaitu akal maha agung yang pertama Allah jadikan sebagai dasar yang menguasai alam  semesta.
    Akal jenis kedua ini tidak ada dalam al-Qur'an tetapi datang daripada riwayat yang berbeza-beza dalam hadith tentang benda pertama Allah jadikan. Ada yang mengatakan bahawa mula pertama Allah jadikan ialah Nur Muhammad, maka riwayat ini ialah hadith palsu. Jika yang pertama Allah jadikan itu ialah Qalam, maka ia hadith sahih. Jika ada yang mengatakan yang pertama Allah jadikan ialah akal, maka ini juga riwayat hadith palsu. Tetapi malangnya yang luas merebak di kalangan orang Islam tentang perkara pertama yang di jadikan oleh Allah ialah Nur Muhammad dan akal. Oleh itu, maksud akal di sini ada persamaan dengan logos seperti yang dinyatakan di atas. Logos a reason or manifestation of reason conceived in ancient Greek Philosophy as constituting the controlling principle of the universe. (Logos ialah akal atau penyataan akal yang difahami oleh falsafah Greek purba sebagai dasar yang menguasai alam semesta). Dengan kata lain, logos ialah laws of nature. Logos terletak pada tempat kedua dalam susunan Martabat Tujuh ajaran Philo, manakala martabat pertama ialah Tuhan sen-diri.
    c. Kekuatan akal
1. Mengetahui tuhan dan sifat-sifatnya.
2. Mengetahui adanya hidup akhirat.
3. Mengetahui bahwa kebahagian jiwa di akhirat bergantung pada mengenal tuhan dan berbuat baik, sedang kesngsaran tergantung pada tidak mengenal tuhan dan pada perbuatan jahat.
4. Mengetahui wajibnya manusia mengenal tuhan.
5. Mengetahui wajibnya manusia berbuat baik dan wajibnya ia mnjauhi perbuatan jahat untuk kebahagiannya di akhirat.
6. Membuat hukum-hukum mengnai kwajiban-kwajiban itu.
Akal adalah kelebihan yang diberikan Allah kepada manusia dibanding dengan makhluk-makhluk-Nya yang lain. Dengannya, manusia dapat membuat hal-hal yang dapat mempermudah urusan mereka di dunia. Namun, segala yang dimiliki manusia tentu ada keterbatasan-keterbatasan sehingga ada pagar-pagar yang tidak boleh dilewati.
Imam al-Ghazali ada menulis bab khas dalam kitabnya Ihya' 'Ulum al-Din yang membicarakan tentang akal. Nampaknya pada peringkat permulaan, beliau lebih mirip kepada akal kawni bukan akal insan apabila beliau memetik ungkapan yang disangka hadith bermaksud:
"Mula pertama Allah jadikan ialah akal."
Menurut ulama hadith, semua hadith yang berhubung dengan akal adalah palsu kerana antara perekanya ialah Dawud ibn al-Muhabbir, seorang pendusta. Semua hadith tentang akal adalah daripada riwayatnya dan setiap riwayatnya ditolak.
    Dalam petikan tersebut, Dawud jadikan akal itu lebih tinggi nilainya daripada segala nilai ibadat yang lain seperti sembahyang, haji dan jihad serta lain-lainnya. Dawud ini pada mulanya adalah seorang ahli hadith tetapi meninggalkannya kerana terpengaruh dengan Mu'tazilah yang mendewakan akal. Dalam bab "Penjelasan tentang Kemuliaan Akal" dari kitab Ihya' 'Ulum al-Din, Imam al-Ghazali ada memetik 21 ungkapan yang dikatakan hadith. Lima daripadanya bermutukan sanad daif dan 16 lagi melalui riwayat Dawud ibn al-Muhabbir, seorang pendusta. Maka semua 21 hadith itu tertolak belaka. Al-Ghazali, tokoh agung ini menjadi mangsa si pendusta, Dawud ibn al-Muhabbir.
Dalam bab ini juga, selain akal kawni, al-Ghazali juga ada bercakap tentang akal insan yang terbahagi kepada empat jenis:
1.      Dengan akal, manusia berbeza daripada haiwan.
2.      Dengan akal, budak beralih dari zaman kanak-kanak ke zaman mumayyiz yang kemudian membolehkannya membezakan antara perkara wajib, mustahil dan harus.
3.      Dengan akal, manusia dapat pelajaran daripada pengalamannya.
4.      Dengan akal juga, manusia membina suatu naluri yang dapat mengetahui akibat menurut nafsu (apakah yang akan terjadi kemudian apabila melakukan sesuatu perkara).













B. KEMULIAAN AKAL
Rasulullah saw berkata, “Aku bertanya kepada Jibril, ‘Apakah kemuliaan itu?’ Jibril menjawab, ‘Akal
Akal adalah tempat bersandar-nya ilmu yang pertama kali sebelum ilmu itu masuk ke hati seseorang dan ter-patri disana, tempat terbit dan sendi dari ilmu. bagaimana bisa akal itu tidak mulia sedangkan ia adalah jalan kebahagiaan di dunia dan di akhirat. sedangkan hewan dalam kepicikan tamyis-nya (sifat hewan dalam membedakan sesuatu) merasa kecut terhadap akal. sehingga seekor hewan yang bertubuh besar sekalipun, yang punya keberanian luar biasa dan bertenaga kuat, apabila melihat manusia lalu merasa kecut (ciut) dan takut karena dirasakan-nya manusia itu akan menggagahinya, karena keistimewaannya manusia, memperoleh hela dan daya upaya.

            Dari itu, Nabi Muhammad SAW bersabda: "Seorang Syeikh (kepala) pada kaumnya adalah seperti Nabi pada umatnya." bukan karena Syeikh itu banyak hartanya, besar tubuhnya dan lebih kekuatannya, tetapi karena pengelamannya yang lebih sebagai hasil dari akalnya. oleh karena itu pula, ketika kebanyakan orang yang ingkar akan membunuh Rasulullah SAW, maka tatkala pandangan mereka jatuh pada Nabi SAW dan gemetar dengan sinar wajah beliau yang mulia, lalu timbullah ketakutan dihati mereka. kelihatan kepada mereka suatu yang bersinar gilang gemilang atas keelokan wajah beliau dari Nur keNabian. meskipun itu adalah suatu kebatinan dalam diri Rasulullah SAW sebagaimana kebatinan akalnya.
            Kemuliaan akal dapat diketahui dengan mudah. hanya maksud kami disini hendak membentangkan hadits-hadits dan ayat-ayat yang menyebutkan kemuliaan akal tersebut.

            Allah Ta'ala menamakan akal itu dengan "nur" dalam firman-Nya: "Allah Ta'ala pemberi nur bagi langit dan bumi. bandingan nur-Nya adalah seperti satu kurungan pelita yang didalamnya ada pelita..." (S. An Nur, ayat 35).
Dan Allah Ta'ala menamakan ilmu yang diperoleh dari akal itu dengan sebutan ruh, wahyu dan hidup. Berfirman Allah Ta'ala: "Begitulah Kami wahyukan kepada engkau ruh itu dengan perintah Kami." (S. Asy Syura, ayat 52).
"Apakah orang-orang yang sudah mati, kemudian Kami hidupkan dan Kami berikan kepadanya cahaya yang terang, dengan itu dia dapat berjalan ditengah-tengah manusia." (S. Al An'am, ayat 122).
Kalau Al-Qur-an menyebutkan An-Nur (cahaya) dan Adh-Dhulmah (gelap) maka maksudnya adalah ilmu pengetahuan dan kebodohan, seperti firman-Nya: "Dikeluarkan mereka oleh Tuhan dari kegelapan (kebodohan)kepada nur-cahaya (ilmu pengetahuan)." (S. Al Baqarah, ayat 257). dan bersabda Nabi Muhammad SAW: "Wahai manusia ! pakailah akal untuk mengenal Tuhanmu, nasehat-nasehatilah dengan menggunakan akal, niscaya kamu ketahui apa yang diperintahkan kepadamu dan apa yang dilarang! ketahuilah bahwa akal itu menolong kamu untuk mengenal Tuhanmu! ketahuilah bahwa orang yang berakal itu orang yang menta'ati Allah Ta'ala, meskipun mukanya tidak cantik, dirinya hina, kedudukannya rendah dan bentuknya buruk. dan orang yang bodoh ialah orang yang mendurhakai Allah Ta'ala, meskipun mukanya cantik, dia orang besar, kedudukannya mulia, bentuknya bagus, lancar dan pandai berbicara. beruk dan khinzir lebih lebih berakal disisi Allah Ta'ala dari pada orang yang mendurhakai-Nya. engkau jangan tertipu dengan pernghormatan penduduk dunia kepadamu, sebab merek termasuk orang yang merugi."
Bersabda Rasulullah SAW: "Yang pertama dijadikan Allah Ta'ala ialah akal, maka berfirman Allah Ta'ala kepadanya: Menghadaplah! lalu menghadaplah ia. kemudian Allah Ta'ala berfirman: Membelakanglah!lalu membelakanglah ia. Kemudian Allah Ta'ala berfirman: Demi kemuliaan-Ku dan demi Kebesaran-Ku! Tidak aku jadikan suatu makhluk pun yang lebih mulia disisiKu selin engkau. dengn engkau Aku mengambil, dengan engkau Aku memberi, dengan engkau Aku memberi pahala, dan dengan engkau Aku memberi siksaan."

            Andai kita bertanya, jika akal itu adalah sifat, maka bagaimanakah ia dijadikan sebelum tubuh dan jika ia zat, maka bagaimanakah zat itu berdiri sendiri dan tidak berpihak.?

            Perlu kita tahu bahwa ini adalah sebagian dari ilmu mukasyafah, maka tidaklah layak diterangkan dengan ilmu mu'amalah. sedangkan maksud kami diatas adalah menerangkan akal dari segi ilmu mu'amalah
BAB III
PENUTUP
a.      Kesimpulan

            Imam Abu Ja’far Muhammad Al-Baqir berkata, "Ketika Allah menciptakan akal, Dia mengajaknya berbicara. Allah berkata, ‘Menghadaplah (kepada-Ku)!’ Maka, akalpun segera menghadap. Kemudian Allah berfirman kepadanya, ‘ Demi kebesaran dan kemuliaan-Ku, tiada makhluk yang lebih Aku cintai daripada kamu. Dan tidak Aku sempurnakan kamu melainkan pada orang-orang yang Aku cintai. Kepadamulah Aku menyuruh, melarang, menyiksa, dan memberi pahala.’"
Akal adalah sumber ilmu. Kemuliaan akal ini ditegaskan oleh Rasulullah saw saw, yang pertama kali diciptakan Allah adalah akal. Lalu Allah berkata kepada akal, ‘Menghadaplah’ maka akal pun menghadap. Kemudian Allah berkata lagi, ‘berpalinglah’ maka akalpun berpaling. Lalu Allah berkata, ‘Demi kemuliaan dan kebesaran-Ku, Aku tidak menciptakan satu makhluk pun yang lebih mulia di sisi-Ku selain kamu. Karena kamulah Aku menghukum, karena kamulah Aku memberi, karena kamulah (manusia) diberi pahala dan karena kamulah manusia disiksa.”
Hakekat akal adalah kemuliaannya. Dengan kemuliaannya, manusia dapat mengetahui berbagai informasi teoritis. Akal laksana cahaya yang dipancarkan ke dalam hati sehingga manusia mamapu memahami sesuatu. Dengan akal pula kemampuan setiap makhluk hidup berbeda sesuai dengan perbedaan instink yang dimilikinya.
Masalahnya adalah, sudahkah akal kita yang sesungguhnya di ciptakan oleh Allah ta’ala dari Alam Uluwwiy (teritinggi) ini sudah benar-benar sami’na wa atho’na kepada Allah ta’ala dan Rasul-Nya !?


Daftar Pustaka

Mulla Shadra, Syarh Ushul al-Kafi, Kitab Al-‘Aql wa Al-Jahl, hadis pertama. Penerbit Mussase-muthala’at wa tahqiqat-e farhangge.
Muhammad Yasir Nasution, Manusia Menurut Al -Ghazali, Jakarta: Penerbit Rajawal Press, 1988.
Qardhawi, Yusuf, Al -Quran Bicara tentang Akal dan Ilmu Pengetahuan, Jakarta: Gema Insani Press, 1998

http://harunyahya1.com/indo/buku/akal001.htm
arsiparmansyah.wordpress.com/2007/09/04/kemuliaan-akal/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

seer di toong