Makalah Kemuliaan Akal |
Daftar
Isi
Daftar
isi………………………………………………………………….. 1
Bab I Pendahuluan
……………………………………………………… 2
Bab II Pembahasan
……………………………………………………… 3
A.
Akal
……………………………………………………… 3
B.
Kemuliaan
Akal ………………………………………… 9
Bab III Penutup
………………………………………………………….. 11
Daftar Pustaka
…………………………………………………………… 12
BAB
I
PENDAHULUAN
a. Kata
Pengantar
Puji
syukur kepada Allah Rabb semesta alam yang telah banyak mencurahkan rahmat dan
juga serta kasih sayangnya kepada penduduk bumi sehingga Islam masih menjadi
pondasi yang kokoh dalam diri pribadi manusia. Shalawat serta salam tak lupa
kita hadiahkan kepada nabi Muhammad SAW juga beserta para sahabatnya yang
istiqomah memperjuangkan Islam, semua ini tiada lain adalah hasil dari akal dan
wahyu yang selalu berdampingan dalam memberikan petunjuk kepada manusia itu
sendiri, karena pemahaman yang baik akan melahirkan keistiqomahan, sudut
pandang yang baik dan juga ahlak yang baik. Dan dengan akal jua manusia bisa
menjadi ciptaan pilihan yang allah amanatkan untuk menjadi pemimpin di muka
bumi ini, begitu juga dengan wahyu yang dimana wahyu adalah pemberian allah
yang sangat luar biasa untuk membimbing manusia pada jalan yang lurus.
Ibnu
Khaldun ( 1332-1406), cendekiawan muslim
yang sangat ahli dalam ilmu sejarah ,sosiologi dan politik adalah
sosilog muslim pertama yang sangat terkenal
dan fenomenal dengan karyanya Muqaddimah, mengatakan : bahwa Allah
membedakan manusia dan lain-lain hewan dengan
kesanggupan berpikir, sumber dari segala kesempurnaan, dan puncak dari segala
kemuliaan dan ketinggian di atas
lain-lain makhluk. Sebabnya ialah karena pengertian, yaitu kesadaran dalam diri
tentang yang terjadi di luar dirinya, hanyalah ada pada hewan saja, tidak
terdapat pada lain-lain barang ( yang makhluk). Sebab hewan menyadari
akan apa yang ada di luar darinya denganperantaraan panca indra (pendengaran,
penglihatan, pembauan, perasaan
lidah dan penyentuhan)yang diberikan
Allah kepadanya. Sekarang manusia memahami ini dengan kekuatan memahami apa
yang ada di luar dirinya dengan perantaraan pikirannya yang ada di balik panca
indranya. Pikiran bekerja dengan perantaraan kekuatan yang ada di tengah
- tengah OTAK yang memberi kesanggupan
kepadanya menangkap bayangan benda-benda
yang biasa diterima oleh panca indra, dan mengembalikan benda-benda itu dalam
ingatannya sambil meringkasnya lagi bayangan-bayangan lain dari bayangan benda-benda itu. Refleksi
terdiri dari penjamahan bayangan-bayangan ini (dibalikperasaan) oleh AKAL, yang
memecah atau menghimpun bayangan-bayangan itu (untuk membentuk bayangan
- bayangan lain) ...........(jilid II, muka 364)
BAB
II
PEMBAHASAN
A. Akal
Ibrahim bin Hisan
pernah bekata: “Seorang pemuda akan bisa hidup di tengah manusia karena
akalnya, karena di atas dasar akalnyalah ilmu dan eksperimennya berjalan.
Pemberian Allah yang paling utama kepada seseorang adalah akalnya, tidak ada
satu perkarapun yang bisa membandinginya. Jika Allahtelah menyempurnakan akal
seseorang (dengan Islam) maka sempurnalah akhlak dan segala kebutuhannya”
(Adabud Dunya wad Din hal 5)
a.
Pengertian
Akal
Tema akal adalah salah satu tema keislaman
yang sentral. Karena akal seringkali disebut-sebut oleh Alquran sebagai sesuatu
yang sangat penting. Atas dasar itu, kita mesti mencari tahu makna akal dalam
berbagai rentangannya yang tidak terbatas.
Dalam mensyarahi hadis di atas, Allamah
Majlisi dalam kitab Mir’at al-‘Uqul menyatakan bahwa ’aql (akal)
secara bahasa berarti pengikatan dan pemahaman terhadap sesuatu. Secara
istilah, akal digunakan untuk menunjukkan salah satu definisi berikut ini:
1. Kemampuan untuk
mengetahui sesuatu.
2. Kemampuan
memilah-milah antara kebaikan dan keburukan yang niscaya juga dapat digunakan
untuk mengetahui hal-ihwal yang mengakibatkannya dan sarana-sarana yang dapat
mencegah terjadinya masing-masing dari keduanya.
3. Kemampuan dan
keadaan (halah) dalam jiwa manusia yang mengajak kepada kebaikan dan
keuntungan dan menjauhi kejelekan dan kerugian.
4. Kemampuan yang bisa
mengatur perkara-perkara kehidupan manusia. Jika ia sejalan dengan hukum dan
dipergunakan untuk hal-hal yang dianggap baik oleh syariat, maka itu adalah
akal budi. Namun, manakala ia menjadi sesuatu yang mbalelo dan menentang
syariat, maka ia disebut nakra` atau syaithanah.
5. Akal juga dapat
dipakai untuk menyebut tingkat kesiapan dan potensialitas jiwa dalam menerima
konsep-konsep universal.
An-nafs an-nathiqah (jiwa rasional yang
dipergunakan untuk menalar) yang membedakan manusia dari binatang lainnya.
6. Dalam bahasa
filsafat, akal merujuk kepada substansi azali yang tidak bersentuhan dengan
alam material, baik secara esensial (dzaty) maupun aktual (fi’ly).
Definisi-definisi yang dipaparkan Allamah Majlisi di atas
mengandung ketumpang-tindihan terminologis. Dengan sedikit kecermatan, kita
bisa mendapatkan persamaan makna pada tiap-tiap definisi yang diberikan.
Misalnya definisi kesatu, kedua, dan ketiga itu dapat dikatakan identik, meski
dipandang dari perspektif yang sedikit berbeda. Definisi keempat memberikan
gambaran umum tentang akal melalui bahasa syariat yang dapat dibedakan dari
definisi-definisi sebelumnya hanya dari sisi detailnya. Definisi kelima
berupaya mengembalikan makna akal sebagai suatu potensi pencerapan yang
bersifat pasif. Definisi keenam memandang akal dari sisi penalarannya yang
bersifat aktif. Dan definisi ketujuh, agak berbeda dari yang sebelumnya,
memandang akal dari perspektif ontologisnya. Namun demikian, masing-masing
definisi ini sama sekali tidak dapat dipertentangkan.
Dalam mensyarahi hadis yang sama, Mulla Shadra dengan
tegas memaknai ‘aql di sini sebagai kepribadian Nabi Muhammad Saww. -
dalam seluruh martabat wujud beliau. Karena menurutnya, semua sifat yang
diberikan Allah kepada akal itu identik dengan sifat-sifat Nabi Muhammad Saww.
yakni:
1. Dalam hadis ini
digambarkan bahwa Allah mengajak akal "berbicara". Dan ini sama
halnya dengan Allah mengajak Nabi berbicara dalam perjalanan Mikraj beliau.
2. Hadis ini
menegaskan ketaatan akal kepada Allah. Ketaatan Nabi kepada Allah itu bersifat
aksiomatis.
3. Dalam hadis di atas
Allah menandaskan kecintaan-Nya yang luar biasa kepada akal. Dalil-dalil
rasional dan riwa`iy (riwayat) menegaskan bahwa Nabi adalah makhluk yang
paling dicintai Allah.
4. Keimanan terhadap
wujud Nabi atau kepada kenabian beliau ialah syarat mutlak kesempurnaan tauhid.
Dan kesempurnaan tauhid adalah anugerah agung dan luas yang tidak Allah berikan
kecuali kepada para kekasih-Nya.
5. Dan sifat terakhir
yang tercantum di dalam hadis ini adalah bahwa kepada akal-lah Allah menyuruh,
melarang, menyiksa, dan memberi pahala. Allah berfirman, "(Ingatlah)
ketika Allah mengambil janji para nabi (yaitu), sungguh apa yang Aku datangkan
kepada kalian berupa kitab dab hikmah. Kemudian, datanglah kepada kalian utusan
yang membenarkan apa yang ada pada kalian dan berkata, ‘Hendaklah kalian
beriman kepadanya dan menolongnya.’ Allah berkata, ‘Adakah kalian akui dan
ambil janji-Ku itu!’ Mereka menjawab, ‘Kami mengakuinya.’ Berkata Allah,
‘Bersaksilah! Sesungguhnya Aku beserta kalian akan menjadi saksi.’"
(QS Ali’ Imran, 3:81). Jelas bahwa kepada Nabi Muhammad Saww. Allah memberi
perintah dan larangan dan karena beliau pulalah Allah menurunkan pahala dan
siksa.
Dengan ungkapan yang agak berbeda, Allamah Thabathaba`i
menarik kesimpulan yang sama. Dalam magnum opus-nya, Al-Mizan,
Allamah Thabathaba`i menye-butkan, dengan mengutip sebuah hadis masyhur,
bahwa akal adalah sesuatu yang dengannya Allah di-sembah. Dengan kata lain,
akal adalah lentera yang dengannya seseorang dapat mengenali "Wajah"
Allah. Ini berarti bahwa peran yang dimainkan akal itu sama sekali tidak berbeda
dengan peran yang dibawa oleh Nabi . Dan kesimpulan ini jelas tidak berbeda
dengan kesimpulan Mulla Shadra yang mengatakan bahwa akal itu identik dengan
Nabi Muhammad Saw.
Dari sudut yang berbeda, dapat kita katakan bahwa akal
adalah manifestasi dan petunjuk internal dari keberadaan Nabi. Muhammad adalah
inti wujud segenap nabi dan senjata pamungkas kerasulan. Bagaimanapun juga,
manifestasi mesti mencerminkan obyek dasarnya. Dengan demikian, semua ucapan,
amalan, dan penegasan Nabi Muhammad Saww. pasti bersifat rasional. Lebih jauh,
Nabi Muhammad Saww. adalah kriteria rasionalitas dan irasionalitas segala
sesuatu.
Dan Alquran yang merupakan tajally yang paling
sempurna dari haqiqah muhammadiyyah (hakikat ke-Muhammad-an) dapat pula
memainkan peran yang sama. Inilah metode penggabungan sisi intelektual,
rasional, dan teoretis manusia atau masyarakat dengan sisi individual, sosial,
dan praktisnya dalam pandangan-dunia Islam. Pandangan-dunia Islam menggunakan
metode ini untuk membangun infrastruktur (rasio), struktur (masyarakat), dan
suprastruktur (pemerintahan) sosial kemasyarakatan.
Muhaqqiq al-Lahiji menulis demikian, "Akal dan ruh, sirr
dan khafy, jiwa rasional dan kalbu adalah hakikat yang sama. Namun,
karena dzuhur (manifestasi) yang terjadi pada berbagai gradasi
eksistensialnya, maka mereka memiliki hukum dan sifat yang berbeda-beda sesaui
dengan tingkat eksistensialnya. Oleh sebab itu para ulama memberikan pada
masing-masingnya nama yang berbeda-beda"
b.
Pentingnya Akal.
1. Akal menurut pendapat
Muhammad Abduh adalah sutu daya yang hanya dimiliki manusia dan oleh karena itu
dialah yang memperbedakan manusia dari mahluk lain.
2.
Akal adalah tonggak kehidupan manusia yang mendasar terhadap kelanjutan
wujudnya, peningkatan daya akal merupakan salah satu dasar dan sumber kehidupan
dan kebahagiaan bangsa-bangsa.
3. Akal adalah
jalan untuk memperoleh iman sejati, iman tidaklah sempurna kalau tidak
didasarkan akal iman harus berdasar pada keyakinan, bukan pada pendapat dan
akalah yang menjadi sumber keyakinan pada tuhan.
Akal terbahagi kepada dua jenis:
1. Akal manusia atau akal insan
yang ditakrifkan jauhar yang dapat menanggap perkara ghaib dengan wasitah
dan perkara inderawi dengan musyahadah.
2. Akal kawni iaitu akal maha
agung yang pertama Allah jadikan sebagai dasar yang menguasai alam
semesta.
Akal jenis
kedua ini tidak ada dalam al-Qur'an tetapi datang daripada riwayat yang
berbeza-beza dalam hadith tentang benda pertama Allah jadikan. Ada yang
mengatakan bahawa mula pertama Allah jadikan ialah Nur Muhammad, maka riwayat
ini ialah hadith palsu. Jika yang pertama Allah jadikan itu ialah Qalam, maka
ia hadith sahih. Jika ada yang mengatakan yang pertama Allah jadikan ialah
akal, maka ini juga riwayat hadith palsu. Tetapi malangnya yang luas merebak di
kalangan orang Islam tentang perkara pertama yang di jadikan oleh Allah ialah
Nur Muhammad dan akal. Oleh itu, maksud akal di sini ada persamaan dengan logos
seperti yang dinyatakan di atas. Logos a reason or manifestation of reason
conceived in ancient Greek Philosophy as constituting the controlling principle
of the universe. (Logos ialah akal atau penyataan akal yang difahami oleh
falsafah Greek purba sebagai dasar yang menguasai alam semesta). Dengan kata
lain, logos ialah laws of nature. Logos terletak pada tempat kedua dalam
susunan Martabat Tujuh ajaran Philo, manakala martabat pertama ialah Tuhan
sen-diri.
c. Kekuatan
akal
1. Mengetahui
tuhan dan sifat-sifatnya.
2.
Mengetahui adanya hidup akhirat.
3.
Mengetahui bahwa kebahagian jiwa di akhirat bergantung pada mengenal tuhan dan
berbuat baik, sedang kesngsaran tergantung pada tidak mengenal tuhan dan pada
perbuatan jahat.
4.
Mengetahui wajibnya manusia mengenal tuhan.
5.
Mengetahui wajibnya manusia berbuat baik dan wajibnya ia mnjauhi perbuatan
jahat untuk kebahagiannya di akhirat.
6. Membuat
hukum-hukum mengnai kwajiban-kwajiban itu.
Akal adalah
kelebihan yang diberikan Allah kepada manusia dibanding dengan
makhluk-makhluk-Nya yang lain. Dengannya, manusia dapat membuat hal-hal yang
dapat mempermudah urusan mereka di dunia. Namun, segala yang dimiliki manusia
tentu ada keterbatasan-keterbatasan sehingga ada pagar-pagar yang tidak boleh
dilewati.
Imam al-Ghazali
ada menulis bab khas dalam kitabnya Ihya' 'Ulum al-Din yang membicarakan
tentang akal. Nampaknya pada peringkat permulaan, beliau lebih mirip kepada
akal kawni bukan akal insan apabila beliau memetik ungkapan yang disangka
hadith bermaksud:
"Mula pertama
Allah jadikan ialah akal."
Menurut ulama
hadith, semua hadith yang berhubung dengan akal adalah palsu kerana antara
perekanya ialah Dawud ibn al-Muhabbir, seorang pendusta. Semua hadith tentang
akal adalah daripada riwayatnya dan setiap riwayatnya ditolak.
Dalam petikan
tersebut, Dawud jadikan akal itu lebih tinggi nilainya daripada segala nilai
ibadat yang lain seperti sembahyang, haji dan jihad serta lain-lainnya. Dawud
ini pada mulanya adalah seorang ahli hadith tetapi meninggalkannya kerana
terpengaruh dengan Mu'tazilah yang mendewakan akal. Dalam bab "Penjelasan tentang
Kemuliaan Akal" dari kitab Ihya' 'Ulum al-Din, Imam al-Ghazali ada
memetik 21 ungkapan yang dikatakan hadith. Lima daripadanya bermutukan sanad
daif dan 16 lagi melalui riwayat Dawud ibn al-Muhabbir, seorang pendusta. Maka
semua 21 hadith itu tertolak belaka. Al-Ghazali, tokoh agung ini menjadi mangsa
si pendusta, Dawud ibn al-Muhabbir.
Dalam bab ini
juga, selain akal kawni, al-Ghazali juga ada bercakap tentang akal insan yang
terbahagi kepada empat jenis:
1.
Dengan akal, manusia berbeza daripada haiwan.
2.
Dengan akal, budak beralih dari zaman kanak-kanak ke
zaman mumayyiz yang kemudian membolehkannya membezakan antara perkara wajib,
mustahil dan harus.
3.
Dengan akal, manusia dapat pelajaran daripada
pengalamannya.
4.
Dengan akal juga, manusia membina suatu naluri yang
dapat mengetahui akibat menurut nafsu (apakah yang akan terjadi kemudian
apabila melakukan sesuatu perkara).
B. KEMULIAAN AKAL
Rasulullah saw
berkata, “Aku bertanya kepada Jibril, ‘Apakah kemuliaan itu?’ Jibril
menjawab, ‘Akal”
Akal adalah tempat bersandar-nya ilmu
yang pertama kali sebelum ilmu itu masuk ke hati seseorang dan ter-patri
disana, tempat terbit dan sendi dari ilmu. bagaimana bisa akal itu tidak mulia
sedangkan ia adalah jalan kebahagiaan di dunia dan di akhirat. sedangkan hewan
dalam kepicikan tamyis-nya (sifat hewan dalam membedakan sesuatu) merasa kecut
terhadap akal. sehingga seekor hewan yang bertubuh besar sekalipun, yang punya
keberanian luar biasa dan bertenaga kuat, apabila melihat manusia lalu merasa
kecut (ciut) dan takut karena dirasakan-nya manusia itu akan menggagahinya,
karena keistimewaannya manusia, memperoleh hela dan daya upaya.
Dari itu, Nabi Muhammad SAW bersabda: "Seorang Syeikh (kepala) pada kaumnya adalah seperti Nabi pada umatnya." bukan karena Syeikh itu banyak hartanya, besar tubuhnya dan lebih kekuatannya, tetapi karena pengelamannya yang lebih sebagai hasil dari akalnya. oleh karena itu pula, ketika kebanyakan orang yang ingkar akan membunuh Rasulullah SAW, maka tatkala pandangan mereka jatuh pada Nabi SAW dan gemetar dengan sinar wajah beliau yang mulia, lalu timbullah ketakutan dihati mereka. kelihatan kepada mereka suatu yang bersinar gilang gemilang atas keelokan wajah beliau dari Nur keNabian. meskipun itu adalah suatu kebatinan dalam diri Rasulullah SAW sebagaimana kebatinan akalnya.
Dari itu, Nabi Muhammad SAW bersabda: "Seorang Syeikh (kepala) pada kaumnya adalah seperti Nabi pada umatnya." bukan karena Syeikh itu banyak hartanya, besar tubuhnya dan lebih kekuatannya, tetapi karena pengelamannya yang lebih sebagai hasil dari akalnya. oleh karena itu pula, ketika kebanyakan orang yang ingkar akan membunuh Rasulullah SAW, maka tatkala pandangan mereka jatuh pada Nabi SAW dan gemetar dengan sinar wajah beliau yang mulia, lalu timbullah ketakutan dihati mereka. kelihatan kepada mereka suatu yang bersinar gilang gemilang atas keelokan wajah beliau dari Nur keNabian. meskipun itu adalah suatu kebatinan dalam diri Rasulullah SAW sebagaimana kebatinan akalnya.
Kemuliaan
akal dapat diketahui dengan mudah. hanya maksud kami disini hendak
membentangkan hadits-hadits dan ayat-ayat yang menyebutkan kemuliaan akal
tersebut.
Allah Ta'ala menamakan akal itu dengan "nur" dalam firman-Nya: "Allah Ta'ala pemberi nur bagi langit dan bumi. bandingan nur-Nya adalah seperti satu kurungan pelita yang didalamnya ada pelita..." (S. An Nur, ayat 35).
Allah Ta'ala menamakan akal itu dengan "nur" dalam firman-Nya: "Allah Ta'ala pemberi nur bagi langit dan bumi. bandingan nur-Nya adalah seperti satu kurungan pelita yang didalamnya ada pelita..." (S. An Nur, ayat 35).
Dan Allah Ta'ala menamakan ilmu yang diperoleh dari akal itu
dengan sebutan ruh, wahyu dan hidup. Berfirman Allah Ta'ala: "Begitulah
Kami wahyukan kepada engkau ruh itu dengan perintah Kami." (S. Asy
Syura, ayat 52).
"Apakah orang-orang yang sudah
mati, kemudian Kami hidupkan dan Kami berikan kepadanya cahaya yang terang,
dengan itu dia dapat berjalan ditengah-tengah manusia." (S. Al An'am, ayat 122).
Kalau Al-Qur-an menyebutkan An-Nur (cahaya) dan Adh-Dhulmah
(gelap) maka maksudnya adalah ilmu pengetahuan dan kebodohan, seperti
firman-Nya: "Dikeluarkan mereka oleh Tuhan dari kegelapan
(kebodohan)kepada nur-cahaya (ilmu pengetahuan)." (S. Al Baqarah,
ayat 257). dan bersabda Nabi Muhammad SAW: "Wahai manusia ! pakailah
akal untuk mengenal Tuhanmu, nasehat-nasehatilah dengan menggunakan akal,
niscaya kamu ketahui apa yang diperintahkan kepadamu dan apa yang dilarang!
ketahuilah bahwa akal itu menolong kamu untuk mengenal Tuhanmu! ketahuilah
bahwa orang yang berakal itu orang yang menta'ati Allah Ta'ala, meskipun
mukanya tidak cantik, dirinya hina, kedudukannya rendah dan bentuknya buruk. dan
orang yang bodoh ialah orang yang mendurhakai Allah Ta'ala, meskipun mukanya
cantik, dia orang besar, kedudukannya mulia, bentuknya bagus, lancar dan pandai
berbicara. beruk dan khinzir lebih lebih berakal disisi Allah Ta'ala dari pada
orang yang mendurhakai-Nya. engkau jangan tertipu dengan pernghormatan penduduk
dunia kepadamu, sebab merek termasuk orang yang merugi."
Bersabda Rasulullah SAW: "Yang pertama dijadikan
Allah Ta'ala ialah akal, maka berfirman Allah Ta'ala kepadanya: Menghadaplah!
lalu menghadaplah ia. kemudian Allah Ta'ala berfirman: Membelakanglah!lalu
membelakanglah ia. Kemudian Allah Ta'ala berfirman: Demi kemuliaan-Ku dan
demi Kebesaran-Ku! Tidak aku jadikan suatu makhluk pun yang lebih mulia
disisiKu selin engkau. dengn engkau Aku mengambil, dengan engkau Aku memberi,
dengan engkau Aku memberi pahala, dan dengan engkau Aku memberi siksaan."
Andai kita bertanya, jika akal itu adalah sifat, maka bagaimanakah ia dijadikan sebelum tubuh dan jika ia zat, maka bagaimanakah zat itu berdiri sendiri dan tidak berpihak.?
Perlu kita tahu bahwa ini adalah sebagian dari ilmu mukasyafah, maka tidaklah layak diterangkan dengan ilmu mu'amalah. sedangkan maksud kami diatas adalah menerangkan akal dari segi ilmu mu'amalah
Andai kita bertanya, jika akal itu adalah sifat, maka bagaimanakah ia dijadikan sebelum tubuh dan jika ia zat, maka bagaimanakah zat itu berdiri sendiri dan tidak berpihak.?
Perlu kita tahu bahwa ini adalah sebagian dari ilmu mukasyafah, maka tidaklah layak diterangkan dengan ilmu mu'amalah. sedangkan maksud kami diatas adalah menerangkan akal dari segi ilmu mu'amalah
BAB
III
PENUTUP
a.
Kesimpulan
Imam Abu Ja’far Muhammad Al-Baqir berkata, "Ketika Allah menciptakan akal, Dia mengajaknya berbicara. Allah berkata, ‘Menghadaplah (kepada-Ku)!’ Maka, akalpun segera menghadap. Kemudian Allah berfirman kepadanya, ‘ Demi kebesaran dan kemuliaan-Ku, tiada makhluk yang lebih Aku cintai daripada kamu. Dan tidak Aku sempurnakan kamu melainkan pada orang-orang yang Aku cintai. Kepadamulah Aku menyuruh, melarang, menyiksa, dan memberi pahala.’"
Akal adalah sumber ilmu. Kemuliaan akal
ini ditegaskan oleh Rasulullah saw saw, yang pertama kali diciptakan Allah
adalah akal. Lalu Allah berkata kepada akal, ‘Menghadaplah’ maka akal pun
menghadap. Kemudian Allah berkata lagi, ‘berpalinglah’ maka akalpun berpaling.
Lalu Allah berkata, ‘Demi kemuliaan dan kebesaran-Ku, Aku tidak menciptakan
satu makhluk pun yang lebih mulia di sisi-Ku selain kamu. Karena kamulah Aku
menghukum, karena kamulah Aku memberi, karena kamulah (manusia) diberi pahala
dan karena kamulah manusia disiksa.”
Hakekat akal adalah kemuliaannya. Dengan
kemuliaannya, manusia dapat mengetahui berbagai informasi teoritis. Akal
laksana cahaya yang dipancarkan ke dalam hati sehingga manusia mamapu memahami
sesuatu. Dengan akal pula kemampuan setiap makhluk hidup berbeda sesuai dengan
perbedaan instink yang dimilikinya.
Masalahnya adalah, sudahkah akal kita
yang sesungguhnya di ciptakan oleh Allah ta’ala dari Alam Uluwwiy (teritinggi)
ini sudah benar-benar sami’na wa atho’na kepada Allah ta’ala dan Rasul-Nya !?
Daftar
Pustaka
Mulla
Shadra, Syarh Ushul al-Kafi, Kitab Al-‘Aql wa Al-Jahl, hadis
pertama. Penerbit Mussase-muthala’at wa tahqiqat-e farhangge.
Muhammad Yasir
Nasution, Manusia Menurut Al -Ghazali, Jakarta: Penerbit Rajawal Press,
1988.
Qardhawi, Yusuf, Al -Quran
Bicara tentang Akal dan Ilmu Pengetahuan, Jakarta: Gema Insani Press, 1998
http://harunyahya1.com/indo/buku/akal001.htm
arsiparmansyah.wordpress.com/2007/09/04/kemuliaan-akal/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar