Ada 7 kriteria abnormal, jika 5
darinya ada pada diri seseorang, maka sudah cukup untuk menilai seseorang
tersebut tidak normal. Tujuh criteria tersebut adalah:
1) suffering
Ia merasa menderita.
2) maladaptive
ness
Ia kurang bisa menyesuaikan diri.
3) irrational
Pikiran, perasaan, dan perilakunya
tidak masuk akal
4) unpredictability
& loss of control
Pikiran, perasaan, dan perilakunya
tidak dapat diprediksikan dan tidak dapat dikontrol.
5) rareness
& unconventionality
Pikiran, perasaan, dan perilakunya
melanggar aturan, hukum, atau norma-norma social.
6) observer
discomfort
Orang-orang yang melihat merasa
tidak nyaman.
7) violation
of standard
Pelanggaran atau penyimpangan dari
aturan-aturan yang berlaku.
Apakah
anda memenuhi 5 dari 7 kriteria tersebut? Jika ya, silakan hubungi
psikolog/psikiater terdekat untuk pemeriksaan lebih lanjut.
Apa yang dialami Ryan, ‘Sang Jagal asal Jombang’, jelas saja
menunjukkan adanya abnormalitas pada dirinya. Poin ketiga, empat, lima, enam,
dan tujuh telah dipenuhi oleh Ryan. Meskipun untuk mendiagnosa gangguan apa
yang dialaminya, tidak cukup hanya dengan 7 kriteria abnormal tersebut. Perlu
dilakukan anamnesis dan berbagai rangkaian assessment lebih lanjut,
kemudian baru dapat ditentukan macam gangguan, penyebab gangguan, serta penyusunan
rancangan intervensi atau terapi untuk mengatasi gangguan tersebut.
Bagi saya, pribadi Ryan sungguh menjadi misteri. Apa yang
ada di dalam kepalanga, di dalam jiwanya mengundang banyak pertanyaan, terutama
setelah berbagai aksinya terungkap di media.
Baru saja media menayangkan berita yang memuat hasil tes
psikologi Ryan. Berdasarkan hasil tes,
1. Ryan
melakukan aksinya dengan penuh kesadaran, dan menyadari konsekwensi dari
perbuatannya.
2. Ryan
mengalami disorientasi seksual
3. Ryan
memiliki pribadi emosional dan dissosial
Untuk yang
pertama, dengan
alasan kesadaran, Ryan wajib mempertanggungjawabkan perbuatannya secara hukum,
serta sebagai seorang mukallaf dia pun wajib
mempertanggungjawabkan perbuatannya di hadapan Allah nantinya.
Kedua,
disorientasi seksual.
Kartini Kartono tahun 80-an lalu masih menggolongkan homoseksual sebagai sexual
disorder. Begitupula dengan perilaku onani/masturbasi. Namun, ketika seorang
teman saya menjadikan perilaku yang disebutkan terakhir sebagai judul tugas
akhirnya untuk mata kuliah ‘Diagnosa Intervensi Penyimpangan Perkembangan’,
ditolak mentah-mentah oleh dosen saya, karena dianggap bukan termasuk sebagai
gangguan psikologis. “Onani/masturbasi bukan suatu penyimpangan, tapi itu
kebutuhan…” kata dosen saya waktu itu penuh semangat. Hmm… setujukah anda???
A’udzubillahimindzaalik…
Beberapa
ahli berpendapat, bahwa homoseksual saat ini bukanlah termasuk dalam gangguan
psikologis, melainkan sudah tergolong dalam lifestyle (gaya
hidup) dan pilihan hidup seseorang. Hal ini mengacu pada maraknya praktik
homoseksual, terutama di kota-kota besar. Selaras dengan apa yang dikemukakan
oleh APA (Association Psychology America) yang tidak lagi
menganggap homoseks sebagai sexual disorder.
Bagi saya,
hal ini menjadi indicator kuat tentang ‘abnormal’-nya norma social kita saat
ini. Suatu dosa /ma’shiyat kemudian menjadi lumrah dan wajar terjadi. Pada
prinsipsinya abnormalitas memang dilihat dari umum dan tidak umum.
Gampangannya, suatu hal yang tidak umum, menyimpang dari yang umum atau normal,
itu abnormal. Ketika yang umum adalah kebaikan, maka kejahatan adalah tidak
umum, tidak normal/abnormal. Namun, bila kejahatan merajalela dan menjadi umum,
maka bisa jadi kebaikan lah yang menjadi abnormal dan menyimpang. Contohnya,
akhowat berjilbab rapi menutup seluruh aurat berada di tengah masyarakat yang
suka ‘buka-buka’an dan mengumbar aurat, jelas bisa jadi akhowat tersebut lah
yang abnormal. Meski sesungguhnya perbuatan akhowat tersebut adalah sebuah
kebaikan.
Karenanya,
berhukumlah dengan hukum Allah. Sejak disempurnakan Allah melalui nabi terakhir
hingga kiamat, hukum Allah tidak pernah berubah. Homoseksual jelas haram. Dan
bagi saya, hal ini adalah sebuah penyimpangan. Wajib diobati. Apalagi bila
pelaku melakukannya hanya sebagai pilihan atau gaya hidup. Na’udzubillahimindzaalika…
Ketiga,
pribadi yang emosional dan disosial. Begitulah Ryan berdasarkan hasil tes psikologinya.
Beberapa indicator gangguan kepribadian dissosial antara lain:
1. Bersikap
tidak peduli dengan perasaan orang lain
2. Sikap
yang amat tidak bertanggungjawab dan berlangsung terus menerus, tidak peduli
terhadap norma, peraturan, dan kewajiban social.
3. Tidak
mampu memelihara sesuatu hubungan agar berlangsung lama, meskipun tidak ada
kesulitan untuk mengembangkannya.
4. Toleransi
terhadap frustrasi sangat rendah dan ambang yang rendah untuk melampiaskan
agresi, termasuk tindak kekerasan.
5. Tidak
mampu mengalami rasa salah dan menarik manfaat dari pengalaman, khususnya dari
hukuman.
6. Sangat
cenderung menyalahkan orang lain, atau menawarkan rasionalisasi yang masuk
akal, untuk perilaku yang membuat pasien konflik dengan masyarakat.
Untuk
diagnosis, setidaknya dibutuhkan 3 dari 6 indikator di atas terpenuhi.
Berdasarkan
cerita bapaknya, Ryan sering sekali tidak mampu mengendalikan emosinya. Pernah
melempar Bapaknya dengan sandal, juga pernah menamparnya. Pernah pula melempar
ibunya dengan gelas, membuang nasi yang baru dimasak ibunya, karena belum
tersedia lauk ketika ia hendak makan. Pernah mengejar-ngejar ibunya dengan
membawa pisau (senjata tajam).
Beberapa orang yang menyebutnya juga sebagai psikopat,
menganggap bahwa tindakan paling tepat untuk psikopat hanyalah isolasi atau….
Hukum mati… karena sangat sulit dilakukan terapi untuk menyembuhkannya. Hmm…
Allahua’lam.
Kasus seperti ini pun masih tergolong jarang. Berdasarkan
data statistic, 1% dari penduduk dunia menderita psikopat. Dan ia hidup berada
di antara kita…
Gejalanya
sebenarnya dapat dikenali sejak kecil, dan semestinya dapat dilakukan
pencegahan sejak dini. Mengenai hal ini, insyaAllah saya coba cari referensinya
lagi, karena sementara saya belum tahu persis. Ada yang mengatakan, bahwa
anak-anak yang sering ngompol (melebihi batas usia kewajaran) memiliki
kecenderungan untuk menjadi psikopat. Tentunya ini bukan gejala satu-satunya.
Allahu a’lam…
Sedangkan pada gangguan kepribadian emosional yang tidak
stabil, terdapat kecenderungan yang mencolok untuk bertindak secara impulsive
dan tanpa mempertimbangkan konsekuensinya, bersamaan dengan ketidakstabilan
emosional. Dua varian yang khas adalah berkaitan dengan impulsivitas dan
kekurangan pengendalian diri.
Hffh… rumit memang, terutama bagi saya yang hanya bisa
menebak-nebak dan mendapatkan data sekedar dari apa yang saya lihat di televisi
atau surat kabar. Padahal sesungguhnya ini kasus yang sangat menarik.
Selain adanya kemungkinan gangguan dissosial dan emosi, bisa
jadi Ryan juga mengalami gangguan paranoid. Hal ini (sementara) ditunjukkan
dari motif pembunuhan Heri, salah satu korban yang ia mutilasi. Saat itu Ryan
mengatakan alasan ia membunuh Heri, “Dia mau merebut pacar saya, dan mau
membayar berapa pun untuk mendapatkan pacar saya.” kata Ryan. Dia disini adalah
Heri, dan yang dimaksud pacar oleh Ryan adalah Nouval.
Tampak adanya ketakutan Ryan untuk kehilangan pacarnya,
Nouval. Adanya rasa cemburu dan dendam serta sikap memusuhi kepada Heri terkait
apa yang dianggapnya sebagai miliknya (Nouval-pacar-). Adanya kecurigaan
berlebihan terhadap Heri yang akan merebut pacarnya, dll.
Beberapa indicator tersebut menurut saya sudah cukup
memenuhi beberapa ciri-ciri dari gangguan paranoid, yakni:
1. kepekaan berlebihan terhadap
kegagalan dan penolakan
2. kecenderungan untuk tetap menyimpan
dendam, misalnya menolak untuk memaafkan suatu penghinaan dan luka hati atau
masalah kecil.
3. kecurigaan dan kecenderungan yang
mendalam untuk mendistorsikan pengalaman dengan menyalahartikan tindakan orang
lain yang netral atau bersahabat sebagai suatu sikap permusuhan dan penghinaan.
4. perasaan bermusuhan dan ngotot
tentang hak pribadi tanpa memperhatikan situasi yang ada.
5. kecurigaan yang berulang, tanpa
dasar (justifikasi) tentang kesetiaan seksual dari pasangannya.
6. kecenderungan untuk merasa dirinya
penting secara berlebihan, yang bermanisfestasi dalam sikap yang selalu merujuk
ke diri sendiri.
7. preokupasi dengan
penjelasan-penjelasan yang bersekongkol dan tidak substantive dari suatu
peristiwa, baik pada dirinya atau dunia.
Untuk melakukan diagnosa, setidaknya
3 dari seluruh indicator tersebut terpenuhi. Allahua’lam.
Meski bagi saya, ketiga point yang
disebutkan sebagai hasil pemeriksaan psikologis Ryan diatas masih kulitnya atau
permukaan gunung es nya saja. Saya sangat meyakini, bahwa apa yang dialami Ryan
sangat kompleks, dan ini butuh penggalian data lebih lanjut dan analisa lebih
dalam. Allahu a’lam….
Tidak ada komentar:
Posting Komentar