Rabu, 23 November 2011

Studi Kasus Psikologi Abnormal


Ada 7 kriteria abnormal, jika 5 darinya ada pada diri seseorang, maka sudah cukup untuk menilai seseorang tersebut tidak normal. Tujuh criteria tersebut adalah:






1) suffering
Ia merasa menderita.
2) maladaptive ness
Ia kurang bisa menyesuaikan diri.
3) irrational
Pikiran, perasaan, dan perilakunya tidak masuk akal
4) unpredictability & loss of control
Pikiran, perasaan, dan perilakunya tidak dapat diprediksikan dan tidak dapat dikontrol.
5) rareness & unconventionality
Pikiran, perasaan, dan perilakunya melanggar aturan, hukum, atau norma-norma social.
6) observer discomfort
Orang-orang yang melihat merasa tidak nyaman.
7) violation of standard
Pelanggaran atau penyimpangan dari aturan-aturan yang berlaku.
Apakah anda memenuhi 5 dari 7 kriteria tersebut? Jika ya, silakan hubungi psikolog/psikiater terdekat untuk pemeriksaan lebih lanjut. :D
Apa yang dialami Ryan, ‘Sang Jagal asal Jombang’, jelas saja menunjukkan adanya abnormalitas pada dirinya. Poin ketiga, empat, lima, enam, dan tujuh telah dipenuhi oleh Ryan. Meskipun untuk mendiagnosa gangguan apa yang dialaminya, tidak cukup hanya dengan 7 kriteria abnormal tersebut. Perlu dilakukan anamnesis dan berbagai rangkaian assessment lebih lanjut,  kemudian baru dapat ditentukan macam gangguan, penyebab gangguan, serta penyusunan rancangan intervensi atau terapi untuk mengatasi gangguan tersebut.
Bagi saya, pribadi Ryan sungguh menjadi misteri. Apa yang ada di dalam kepalanga, di dalam jiwanya mengundang banyak pertanyaan, terutama setelah berbagai aksinya terungkap di media.
Baru saja media menayangkan berita yang memuat hasil tes psikologi Ryan. Berdasarkan hasil tes,
1. Ryan melakukan aksinya dengan penuh kesadaran, dan menyadari konsekwensi dari perbuatannya.
2. Ryan mengalami disorientasi seksual
3. Ryan memiliki pribadi emosional dan dissosial

Untuk yang pertama, dengan alasan kesadaran, Ryan wajib mempertanggungjawabkan perbuatannya secara hukum, serta sebagai seorang mukallaf dia pun wajib mempertanggungjawabkan perbuatannya di hadapan Allah nantinya.

Kedua, disorientasi seksual. Kartini Kartono tahun 80-an lalu masih menggolongkan homoseksual sebagai sexual disorder. Begitupula dengan perilaku onani/masturbasi. Namun, ketika seorang teman saya menjadikan perilaku yang disebutkan terakhir sebagai judul tugas akhirnya untuk mata kuliah ‘Diagnosa Intervensi Penyimpangan Perkembangan’, ditolak mentah-mentah oleh dosen saya, karena dianggap bukan termasuk sebagai gangguan psikologis. “Onani/masturbasi bukan suatu penyimpangan, tapi itu kebutuhan…” kata dosen saya waktu itu penuh semangat. Hmm… setujukah anda??? A’udzubillahimindzaalik…

Beberapa ahli berpendapat, bahwa homoseksual saat ini bukanlah termasuk dalam gangguan psikologis, melainkan sudah tergolong dalam lifestyle (gaya hidup) dan pilihan hidup seseorang. Hal ini mengacu pada maraknya praktik homoseksual, terutama di kota-kota besar. Selaras dengan apa yang dikemukakan oleh APA (Association Psychology America) yang tidak lagi menganggap homoseks sebagai sexual disorder.
Bagi saya, hal ini menjadi indicator kuat tentang ‘abnormal’-nya norma social kita saat ini. Suatu dosa /ma’shiyat kemudian menjadi lumrah dan wajar terjadi. Pada prinsipsinya abnormalitas memang dilihat dari umum dan tidak umum. Gampangannya, suatu hal yang tidak umum, menyimpang dari yang umum atau normal, itu abnormal. Ketika yang umum adalah kebaikan, maka kejahatan adalah tidak umum, tidak normal/abnormal. Namun, bila kejahatan merajalela dan menjadi umum, maka bisa jadi kebaikan lah yang menjadi abnormal dan menyimpang. Contohnya, akhowat berjilbab rapi menutup seluruh aurat berada di tengah masyarakat yang suka ‘buka-buka’an dan mengumbar aurat, jelas bisa jadi akhowat tersebut lah yang abnormal. Meski sesungguhnya perbuatan akhowat tersebut adalah sebuah kebaikan.
Karenanya, berhukumlah dengan hukum Allah. Sejak disempurnakan Allah melalui nabi terakhir hingga kiamat, hukum Allah tidak pernah berubah. Homoseksual jelas haram. Dan bagi saya, hal ini adalah sebuah penyimpangan. Wajib diobati. Apalagi bila pelaku melakukannya hanya sebagai pilihan atau gaya hidup. Na’udzubillahimindzaalika…
Ketiga, pribadi yang emosional dan disosial. Begitulah Ryan berdasarkan hasil tes psikologinya. Beberapa indicator gangguan kepribadian dissosial antara lain:
1. Bersikap tidak peduli dengan perasaan orang lain
2. Sikap yang amat tidak bertanggungjawab dan berlangsung terus menerus, tidak peduli terhadap norma, peraturan, dan kewajiban social.
3. Tidak mampu memelihara sesuatu hubungan agar berlangsung lama, meskipun tidak ada kesulitan untuk mengembangkannya.
4. Toleransi terhadap frustrasi sangat rendah dan ambang yang rendah untuk melampiaskan agresi, termasuk tindak kekerasan.
5. Tidak mampu mengalami rasa salah dan menarik manfaat dari pengalaman, khususnya dari hukuman.
6. Sangat cenderung menyalahkan orang lain, atau menawarkan rasionalisasi yang masuk akal, untuk perilaku yang membuat pasien konflik dengan masyarakat.

Untuk diagnosis, setidaknya dibutuhkan 3 dari 6 indikator di atas terpenuhi.
Berdasarkan cerita bapaknya, Ryan sering sekali tidak mampu mengendalikan emosinya. Pernah melempar Bapaknya dengan sandal, juga pernah menamparnya. Pernah pula melempar ibunya dengan gelas, membuang nasi yang baru dimasak ibunya, karena belum tersedia lauk ketika ia hendak makan. Pernah mengejar-ngejar ibunya dengan membawa pisau (senjata tajam).
Beberapa orang yang menyebutnya juga sebagai psikopat, menganggap bahwa tindakan paling tepat untuk psikopat hanyalah isolasi atau…. Hukum mati… karena sangat sulit dilakukan terapi untuk menyembuhkannya. Hmm… Allahua’lam.
Kasus seperti ini pun masih tergolong jarang. Berdasarkan data statistic, 1% dari penduduk dunia menderita psikopat. Dan ia hidup berada di antara kita…
Gejalanya sebenarnya dapat dikenali sejak kecil, dan semestinya dapat dilakukan pencegahan sejak dini. Mengenai hal ini, insyaAllah saya coba cari referensinya lagi, karena sementara saya belum tahu persis. Ada yang mengatakan, bahwa anak-anak yang sering ngompol (melebihi batas usia kewajaran) memiliki kecenderungan untuk menjadi psikopat. Tentunya ini bukan gejala satu-satunya. Allahu a’lam…
Sedangkan pada gangguan kepribadian emosional yang tidak stabil, terdapat kecenderungan yang mencolok untuk bertindak secara impulsive dan tanpa mempertimbangkan konsekuensinya, bersamaan dengan ketidakstabilan emosional. Dua varian yang khas adalah berkaitan dengan impulsivitas dan kekurangan pengendalian diri.
Hffh… rumit memang, terutama bagi saya yang hanya bisa menebak-nebak dan mendapatkan data sekedar dari apa yang saya lihat di televisi atau surat kabar. Padahal sesungguhnya ini kasus yang sangat menarik.
Selain adanya kemungkinan gangguan dissosial dan emosi, bisa jadi Ryan juga mengalami gangguan paranoid. Hal ini (sementara) ditunjukkan dari motif pembunuhan Heri, salah satu korban yang ia mutilasi. Saat itu Ryan mengatakan alasan ia membunuh Heri, “Dia mau merebut pacar saya, dan mau membayar berapa pun untuk mendapatkan pacar saya.” kata Ryan. Dia disini adalah Heri, dan yang dimaksud pacar oleh Ryan adalah Nouval.
Tampak adanya ketakutan Ryan untuk kehilangan pacarnya, Nouval. Adanya rasa cemburu dan dendam serta sikap memusuhi kepada Heri terkait apa yang dianggapnya sebagai miliknya (Nouval-pacar-). Adanya kecurigaan berlebihan terhadap Heri yang akan merebut pacarnya, dll.
Beberapa indicator tersebut menurut saya sudah cukup memenuhi beberapa ciri-ciri dari gangguan paranoid, yakni:
1.     kepekaan berlebihan terhadap kegagalan dan penolakan
2.     kecenderungan untuk tetap menyimpan dendam, misalnya menolak untuk memaafkan suatu penghinaan dan luka hati atau masalah kecil.
3.     kecurigaan dan kecenderungan yang mendalam untuk mendistorsikan pengalaman dengan menyalahartikan tindakan orang lain yang netral atau bersahabat sebagai suatu sikap permusuhan dan penghinaan.
4.     perasaan bermusuhan dan ngotot tentang hak pribadi tanpa memperhatikan situasi yang ada.
5.     kecurigaan yang berulang, tanpa dasar (justifikasi) tentang kesetiaan seksual dari pasangannya.
6.     kecenderungan untuk merasa dirinya penting secara berlebihan, yang bermanisfestasi dalam sikap yang selalu merujuk ke diri sendiri.
7.     preokupasi dengan penjelasan-penjelasan yang bersekongkol dan tidak substantive dari suatu peristiwa, baik pada dirinya atau dunia.
Untuk melakukan diagnosa, setidaknya 3 dari seluruh indicator tersebut terpenuhi. Allahua’lam.
Meski bagi saya, ketiga point yang disebutkan sebagai hasil pemeriksaan psikologis Ryan diatas masih kulitnya atau permukaan gunung es nya saja. Saya sangat meyakini, bahwa apa yang dialami Ryan sangat kompleks, dan ini butuh penggalian data lebih lanjut dan analisa lebih dalam. Allahu a’lam….

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

seer di toong