Jumat, 29 Januari 2010

LM3 AI-ITTIFAQ "MEMBANGUN KERJASAMA TAK BIASA"



Ditulis oleh ganjar
Wednesday, 13 August 2008
LM3 AI-ITTIFAQ
"MEMBANGUN KERJASAMA TAK BIASA"

Ittifaq-H_Fuad.jpg
Adalah KH. Fuad Affandi, sosok lelaki bersarung yang menawarkan kerjasama tak biasa, kerjasama dengan kaum miskin, kaum yatim piatu yang kadang dianggap tidak memiliki apa-apa. Bagaimana pun haji Fuad dengan konsep kerjasama ini sudah meramaikan dunia agribisnis kita. Perlu lebih dari 50 tahun, Al Ittifaq melepaskan selubung ketidakberdayaan. Selama itu, harkat pondok pesantren selalu diidentikkan dengan ‘kekumuhan’, ‘ketidakberdayaan, serta ‘keterbelakangan’ yang tak mengenal kemajuan jaman.

Sejak 1992, citra semacam itu, pelan-pelan memudar. Di pesantren ini, mulai terlihat kesibukan para santri yang mengisi hari-harinya dengan kerja. Kerja mencangkul di ladang. Kerja mengairi tanaman. Kerja memberi makan ternak. Kerja apa saja termasuk yang paling dominan adalah kerja memilih, mengemas berbagai komoditi sayuran agar mempunyai nilai tambah ketika dijual di pasar.

Ittifaq-Usaha1.jpgKerja keras itu tak sia-sia. Kini, Pesantren Al-ittifaq dikenal sebagai pesantren agribisnis dan aktif memasok sayuran ke beberapa supermarket di Bandung dan Jakarta. Tentu saja, semuanya tak lepas dari gelombang pasang surutnya perjuangan membangun kerjasama.

Istimewanya, meski kesuksesan itu kini melebur dalam aura pesantren, Al-Ittifaq tetaplah sebuah pesantren. Ditengah kesibukan atmosfir kerja itu, manakala waktu sholat menjelang dan suara adzan bekumandang, maka bergegaslah para santri-santri itu meninggalkan pekerjaannya berlomba memenuhi panggilan Ilahi, memenuhi kewajibannya mendirikan sholat lima waktu sehari sebagai tiang agamanya. Ini akan selalu menjadi tata nilai para santri dan menjadi kesepakatan bersama, meski ketika itu mereka sedang tanggung kerja di ladang, atau sedang tanggung dalam pertemuan dengan pejabat, sedang tanggung mengemas barang, sedang tanggung menghadapi pembeli, maka semuanya akan ditinggalkan dan memilih bergegas, berlomba memenuhi kewajibannya menjalankan perintah Tuhannya.

Ittifaq-Santri.jpgBagi mereka, tani ini untuk ngaji, dagang juga untuk ngaji, semua hal untuk ngaji, dan bukan sebaliknya. Tegasnya jika agribisnis merupakan godaan dan gangguan untuk kelancaran pesantren, maka Al-Ittifaq lebih memilih pesantren. Tetapi jika agribisnis justru malah melancarkan pesantren, maka keduanya dapat dijalankan. Dan tampaknya selama ini agribisnis melancarkan pesantren, sehingga keduanya dapat dijalankan untuk saling memperkuat.

Terlebih lagi dalam kesemestaan nilai, berjuang membangun agribisnis juga adalah isinya tidak terlepas dari nilai sebuah ibadah. Ibadah di jalan Allah untuk memerangi kemiskinan karena ternyata di dunia pertanian, banyak petani miskin yang masih berdaya. Mereka menanam, mereka bekerja menghasilkan pangan bagi kita semua, tetapi kadang mereka diperlakukan tidak adil, apa yang mereka hasilkan harganya malah ditentukan bukan oleh mereka sendiri. Kadang mereka membeli benih dan sarana produksi lainnya dengan harga dollar, tetapi ketika panen, maka produksinya cuma dibeli dengan nilai rupiah.

Kasihan mereka itu, padahal mereka itulah sebenarnya pahlawan pembela negeri ini, karena di tangan merekalah bumi Allah ini dihidup-hidupkan dengan menanam berbagai tanaman yang sangat berguna sebagai bahan pangan bagi berjuta mulut yang kelaparan. Petani sejak dulu kala, tak pernah berhenti menjalankan kewajibannya ini hanya untuk kita. Mereka sungguh orang-orang yang sangat berjasa.

Dorongan untuk memberdayakan petani sayur mayur itulah yang memberi lecutan bagi pesantren ini untuk membangun sebuah kerjasama. Sebab tanpa kerjasama, petani akan ‘perang’ dengan sesama petani saudaranya sendiri. Para tengkulak tidak mau peduli dengan petani, yang mereka tahu cuma satu, yaitu tentang harga. Ketika sayuran sedang berlimpah, maka harganya akan jatuh, dan inilah yang bisa menjadi petani murka. Bila petani murka, maka tak heran jika ada petani yang merusak kubisnya di lahan mereka sendiri, ada perang lempar melempar tomat pada truk sayuran yang sedang lewat. Disini, petani sudah tidak menghargai lagi terhadap segala hasil kerja kerasnya.

Ittifaq-Usaha2.jpgWaktu pertama kali memberdayakan petani setempat, golok pun pernah kami hadapi. Ihwalnya, saat itu kami menganjurkan masyarakat menanam tomat dan kubis. Tak disangka, pada saat panen, harga kedua komoditas itu jatuh sehingga membuat petani murka. Mereka mendatangi pondok pesantren. Untunglah kemarahan mereka dapat diredakan, tetapi kejadian ini sempat menekan, meski demikian gelombang seperti ini tak menyurutkan tekad kami untuk meningkatkan harkat dan derajat petani agar mampu berjuang membangun agribisnis. Gambaran-gambaran seperti inilah yang melatar belakangi, mengapa Pondok Pesantren Al-ittifaq menjadi Pesantren Agribisnis.

Membangun kerjasama memang tidak mudah. Baik dengan yang tidak mampu maupun dengan yang kaya raya dan fasilitas serba lengkap, prinsipnya sama saja. Pada keduanya harus ada kepentingan yang sama, kepentingan yang saling menguntungkan untuk ke dua belah pihak. Kerjasama yang tidak timpang, tidak berat sebelah. Kerjasama yang memiliki kesejajaran dan saling melindungi.

Tetapi itulah yang dilakukan oleh pesantren Al-Ittifaq ini. Bayangkan, ke dalam, pesantren ini membangun kerjasama dengan para santri-santri, yang sebagian besar mereka ini dari golongan yang tidak mampu dan juga yatim piatu. Di sisi lain, ke luar, pesantren ini membangun kerjasama dengan para konglomerat, orang-orang yang sangat mampu dengan fasilitas modern yang sangat lengkap. Ini semua menjadi tantangan yang amat menggairahkan bagi pesantren ini.

Strategi yang pertama dilakukan adalah orientasi ke dalam, yaitu membangun kerjasama dengan para santri. Tujuannya adalah agar mereka yang pada awalnya merasa dari golongan yatim piatu dan merasa tidak memiliki apa-apa ini dibangun, pertama adalah kepercayaan dirinya sebagai potensi sumberdaya manusia yang handal, kemudian melatih mereka agar memiliki ketrampilan dan pengetahuan praktis agar dapat menghasilkan sesuatu. Langkah ini sangat penting, karena secara rasional jika mereka sendiri-sendiri berkeliaran di luar, maka sudah dapat dipastikan mereka tidak akan mampu bersaing. Malah yang sangat dikhawatirkan adalah mereka menjadi telantar, lebih parah lagi mereka dapat menjadi beban sosial yang meresahkan masyarakat. Dan ini tidak boleh pernah terjadi. Jadi disini, ada kepentingan yang sangat relevan dengan misi pesantren, yaitu untuk menolong yang miskin, lemah dan tak berdaya menjadi kuat dan berdayaguna.

Orang lain mungkin akan mengira jika kita bekerjasama dengan orang yang tak mampu, maka kita akan ikut terseret menjadi tambah susah. Dan bagi orang lain, mungkin akan lebih baik tinggalkan saja si miskin itu, lalu jabat tangan orang yang punya harta berlebih dan itu akan sangat menguntungkan bagi kita. Al-Ittifaq mempunyai pengalaman lain yang menunjukan , bahwa bekerjasama dengan kaum kecil ternyata memiliki keindahan tersendiri. Mereka justru mampu menumbuhkan rasa kebersamaan yang sulit dibayangkan, kebersamaan yang hangat dan saling melindungi dan totalitas kerja hanya untuk kepentingan pesantren, karena bagi mereka pesantren ini tak ubahnya adalah diri mereka sendiri, bagi mereka membela pesantren adalah juga membela kepentingan mereka sendiri. Inilah kekuatan bekerjasama dengan mereka yang saling menguntungkan.

Sedang dengan pihak luar, strategi yang diterapkan adalah membangun kepercayaan pihak luar, terutama mematuhi terhadap kesepakatan-kesepakatan yang dibangun. Berulang-ulang pesantren ini tersandung pada berbagai kegagalan secara terus-menerus. Ini terjadi karena kesalahan teknis semata. Karena kebodohan dan ketidak tahuan yang tidak memenuhi bukan hanya standar kualitas belaka, tetapi juga kwantitas dan ketepatan waktupun menjadi prasyarat terciptanya kerjasama dengan pihak-pihak konglomerat itu.

Kini, pesantren Al-ittifaq menjadi salah satu penyalur buah dan sayur untuk pasar swalayan di Jakarta yaitu Hero, Makro dan Giant. Adapun di Bandung seluruh pasar swalayan menjadi langganannya, seperti Yogya, Matahari dan Superindo. Kapasitas produksinya sekitar 3.5 ton per hari, satu ton dari lahan pesantren dan sisanya dari lahan kurang lebih 400 orang warga sekitar. Jenis komoditas terdiri atas berbagai jenis sayuran dan buah-buahan, seperti antara lain tomat, wortel, buncis, bawang daun dan selada. Ini semua dirintisnya dalam rentang waktu yang cukup lama, sejak tahun 1993.

KH. Fuad Affandi mempunyai banyak pengalaman di bidang pertanian. Contohnya, antara lain: di tahun 1991 telah mengikuti Pelatihan Inkubator Agribisnis di Balai Diklat Lembang. Kemudian pada tahun 1993, beliau magang mengenai green house di Belanda selama 3 bulan. Pada tahun 1995, beliau juga magang mengenai design produk/pengepakan di Jepang, dan di tahun 1996, beliau mengkuti pelatihan manajemen agribisnis di Bali. Dengan pengalaman pertanian tersebut KH.Fuad Affandi berhasil membina para santri dan masyarakat sekitarnya dalam berusaha agribisnis.

Selanjutnya, dengan berdirinya Koperasi Pondok Pesantren (Kopontren) yang berdiri sejak Th 1997. Ponpes membina 4 kelompok tani dengan jumlah anggota 80-90 orang/kelompok. Yayasan menjunjung tinggi komitmen 3K yang disepakati dengan pasar meliputi : Kualitas, Kuantitas dan Kontinuitas. Dibantu seorang penyuluh yang membina 4 kelompoktani tersebut, telah diatur jadwal penanaman per musim yang tepat dan baik sehingga menghasilkan waktu panen yang berkelanjutan.

ittifaq.jpgYayasan Al Ittifaq yang beralamat di Desa Alam Endah Kecamatan RancaBali Ciburial Bandung Jawa Barat. Ponpes ini berdiri pada tahun 1934. KH. Fuad Affandi adalah pemimpi Al-Ittifaq generasi ketiga atau cucu dari sang pendiri KH Mansyur. Sepertti sebuah pesantren pada umumnya, Al-Ittifaq merupakan pondok pesantren yang merupakan kelembagaan yang mantap dan menyatu dengan masyarakat di Desa Ciburial. Pada awalnya, pesantren ini pun menganut pola lama yang membatasi para santrinya untuk mengenal pengetahuan di luar ajaran agama yang dimiliki pesantren. Namun KH. Fuad Affandi berpikir, jika pola seperti itu terus dipertahankan, maka masyarakat setempat dan para santri tidak akan maju. Tekad mengangkat harkat dan martabat santri dan masyarakat petani sekitar membuat dia mengubah pemahaman tersebut.

Inilah yang membedakan Pesantren Al-Ittifaq dengan yang lainnya adalah dengan dimulainya sistem pendidikan terpadu. Al-Ittifaq tidak sekedar mendidik santri-santrinya setiap hari menjalankan ibadah dan ibadah semata dengan hanya menghafalkan ayat-ayat suci tanpa tahu makna kandungan isi dari ayat-ayat tersebut. Al-Ittifaq tidak berhenti hanya pada mengajarkan ayat-ayat saja dan mengajarkan santri menjadi tukang doa semata. Tetapi menggali makna dibalik ayat-ayat yang kaya kandungan ilmu yang penuh petunjuk itu, lalu dijadikanlah amal yang harus dijalankan. Karena pada keyakinnya, sesungguhnya pada ayat-ayat suci itu tersimpaqn kandungan ilmu yang akan mapu menuntun manusia untuk dapat hidup di dunia yang maha luas ini.

Kemudian, ilmu cara bertanilah yang dipilh pesantren ini untuk lebih didalami, karena alangkah sayangnya alam desa Ciburial yang demikian subur, indah dengan air yang selalu mengalir gemericik tak pernah habis ini tidak dimanfaatkan sebagai anugerah Allah yang Maha Pengasih untuk disyukuri dan dimanfaatkan bagi kepentingan mereka sendiri dan kemanusiaan. Keinginan yang sangat kuat inilah yang mendorong pesantren Al-Ittifaq untuk mengembangkan cara-cara lama kepada cara–cara baru yang lebih dibutuhkan dalam mengembangkan sistem pendidikan terpadu antara ilmu agama dan ilmu budidaya pertanian. Dengan masih memegang teguh ajaran agama, dengan artian jika cara-cara baru dalam pengembangan agribisnis ini mengganggu kekhusuannya dalam menggali ilmu agama, maka pesantren ini akan kembali ke cara lama, meninggalkan agribisnis dan lebih memilih ilmu agama.

Dengan semangat baru itulah, Yayasan Al Ittifaq memiliki visi dan misi yaitu selain berperan dalam mencetak kader pemuka agama dan mencerdaskan masyarakat juga menanamkan jiwa kewirausahaan dan kemandirian bagi para santri dan pengelola. Dengan esensi misi yang paling mendasar yaitu membangun kerjasama yang saling memberi kehangatan, saling melindungi, saling memiliki yang berdampak pada saling menguntungkan pada semua pihak. Karena Al-Ittifaq itu sendiri berarti kerjasama. Kerjasama itu kata kunci. Sebab di dunia yang luas ini, mustahil orang hidup tanpa kerjasama. Jadi mau tidak mau, senang tidak senang setiap orang harus bekerjasama. Kerjasama tidak hanya dengan orang yang mampu tetapi kerjasama yang belum biasa dikerjakan orang adalah kerjasama dengan kaum miskin, kaum yang tidak berdaya.
Senyatanyalah, lembaga ini dengan apa yang telah dilakukannya sungguh sangat berpotensi tidak hanya sebagai pelopor pembangunan masyarakat tetapi juga berpotensi untuk dapat berkembang dan dikembangkan sebagai pelaku ekonomi yang aktiv. Bagaimanapun, Al-Ittifaq dengan konsep kerjasamanya ini telah ikut meramaikan dunia agribisnis kita.

Sumber: Bianglala LM3, Badan Pengembangan SDM Pertanian, 2007

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

seer di toong